Budaya Anak Sekolah Generasi Muda
Generasi muda di ASEAN
cenderung hidup berpola Barat, dan belum bisa membedakan antara westernisasi
dengan modernisasi. Hal itu yang menjadi keprihatinan. Generasi muda di ASEAN kurang menghargai
karakter budayanya sendiri yang sebenarnya lebih baik daripada budaya
Barat.
Pengaruh kebudayaan asing terhadap generasi muda inilah hal yang dapat dipertanggung jawabkan. Mengenai pengaruh budaya asing
yang masuk ke Indonesia harus selalu diikuti. Apakah budaya asing dapat memberikan
solusi tentang perbaikan jati diri setiap manusia khususnya siswa yang duduk di
bangku sekolah. Karakter manusia itu berbeda-beda karena ini semua tergantung
oleh sifat dan watak perilakunya masing-masing. Pada dasarnya dalam menyikapi
tentang persoalan yang demikian ini justru cenderung pada bagaimana upaya
penanggulangannya agar supaya jati diri kita sebagai manusia yang sejati tidak
rusak.
Fenomena alam sudah terlihat adanya musibah dimana-mana, dari sinilah kita
menginstropeksi diri tentang apa kesalahan kita karena dari sini kita dapat
menggali dalam dalam bahwa sebenarnya yang patut disalahkan itu pihak asing
ataukah kita sendiri. Insight terhadap anak didik khususnya remaja yang
cenderung melakukan tindakan anarkhis dengan jalan kekerasan lewat cara
perkelahian, perkosaan sampai berujung kriminal.
Inilah remaja yang semaunya sendiri. Dalam hal harus diupayakan lewat jalan observasi
di sekolah-sekolah, yang intinya sama, dimanapun sekolah yang terfavorit
ataupun yang biasa melakukan tindakan kekerasan.
Generasi muda menjadi mudah
rapuh, atau seperti
hewan undur-undur yang jalannya mundur, yang artinya dia jika berhadapan
dengan orang jujur tidak mau jujur sehingga mampu menutupi kebohongannya. Jaman ini semakin berubah sampai
berubahnya tidak mampu untuk bisa mengontrol mengenai manusia yang
tinggal di Bumi ini.
Untuk mengembalikan
generasi muda pada jati dirinya, usaha yang dilakukan pemerintah adalah mencoba mengkampanyekan pendidikan berkarakter budaya melalui sekolah-sekolah
dan kampus-kampus. Di jenjang SD, SMP, dan SMA selain diajarkan pendidikan
karakter budaya, anak didik juga diwajibkan mengunjungi museum. Hal itu dilakukandengan tujuan agar
para generasi muda tidak melupakan budaya turun temurun yang dilakukan di
Negara-nya sendiri.
A.
Pembinaan Iman dan Taqwa Generasi
Muda Diperkuat
Selain pembangunan fisik
infrasturktur, komitmen dalam melaksanakan pengembangan iman dan taqwa masyarakat
perlu dilakukan karena, dapat melahirkan generasi muda yang tidak hanya berilmu
pengetahuan, tapi juga generasi berakhlak mulia.
Pembangunan fisik tanpa
disertai pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal, memiliki iman dan
taqwa, maka pembangunan tidaklah seimbang. Karena itu perlu diperhatikan salah
satu aspek yang penting dalam kaitan pembentukan pembangunan.
Langkah-langkah dalam pengembangan iman dan taqwa dilakukan untuk
seluruh lapisan masyarakat. Hal itu dimulai dari tingkat pelajar SD hingga ke
pendidikan tertinggi.
Untuk
pengembangan Iman dan taqwa bagi siswa dan siswi, diterapkan program quality time atau
waktu yang berkualitas dengan cara menambah jam belajar bagi siswa dan siswi
hingga sore hari.
Melalui program qualitiy time itu,
generasi muda banyak mendapat manfaat positif untuk pengembangan Iman dan taqwa. Diantaranya, shalat berjamaah di
sekolah, mengaji serta kegiatan keagamaan lainnya. Dengan
program seperti itu, diharapkan akan lahir generasi muda yang kuat agama
serta memiliki kecerdasan fisik. Dengan
harapan anak-anak yang sudah kuat ilmu agamanya bisa menjadi generasi handal,
berilmu pengetahuan luas dan berperilaku keagamaan.
Sementara, untuk program di luar
sekolah, disosialisasikan
budaya keagamaan
seperti mengaji di masjid-masjid, dan kegiatan lainnya. Sasaran utama dari pengembangan Iman dan taqwa adalah anak sekolah. Generasi
muda sebagai penerus bangsa, tanpa dibekali ilmu agama, kecerdasan
intelektual akan tidak seimbang dan bisa berdampak kurang baik bagi
pembangunan.
B. Penanaman Nilai Budaya Sipakatau Dalam Kehidupan Generasi Muda Administrator
Dewasa ini bangsa Indonesia berada dalam era modernisasi dan globalisasi.
Arus informasi yang begitu cepat merambah keberbagai lapisan masyarakat dan
tidak terkecuali kaum remaja, sehingga berbagai budaya dari luar dapat
merubah pola pikir dan cara pandang mereka dalam berbuat dan bertingkah laku.
Berbagai aspirasi dan kepentingan baik individu maupun kelompok
banyak yang tersalurkan tidak sesuai dengan norma-norma hukum dan etika
yang menjunjung nilai-nilai budaya dan harkat sebagai manusia. Maraknya perkelahian
dan tawuran antar pelajar dewasa ini meruapakan salah satu dampak
kurangnya pemahaman remaja akan nilai-nilai budaya sipakatau, yaitu
tidak menghargai dan menghormati harkatnya sebagai manusia. Oleh sebab itu
perlu ada penanaman nilai-nilai dan norma-norma sipakatau kepada generasi
muda atau kaum remaja, agar terhindar dari pengaruh negatif atau perilaku
yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya.
Pemahaman
kaum remaja akan nilai – nilai budaya sipakatau hampir terabaikan, seiring
dengan perkembangan jaman.
Terkadang perbuatan yang kurang menghargai dan menghormati harkat seseorang
sebagai manusia, tidak diindahkan dan dianggap wajar – wajar
saja, hal ini akan mengarah kepada perilaku yang melanggar etika
dan moral dalam bermasyarakat, sehingga dikhawatirkan para
generasi muda akan kehilangan jati diri untuk menghargai dan menjunjung tinggi
harkat dan martabat manusia.
Salah
satu unsur budaya yang sangat prinsipil dalam kehidupan masyarakat adalah
budaya sipakatau yang mengandung esensi nilai luhur yang universal, namun
kurang teraktualisasi secara sadar dan dihayati dalam kehidupan sehari-hari.
Kalau kita menelusuri secara mendalam, dapat ditemukan bahwa hakikat inti itu
sebenarnya adalah bertitik sentral pada konsepsi mengenai “tau”
(manusia), yang manusia dalam konteks ini, dalam pergaulan sosial, amat
dijunjung tinggi keberadaannya.
Dari
konsep “tau” inilah sebagai esensi pokok yang mendasari pandangan hidup, yang
melahirkan penghargaan atas sesama manusia. Bentuk penghargaan itu
dimanifestasikan melalui sikap budaya “sipakatau”. Artinya, saling
memahami dan menghargai secara manusiawi.
Dengan
pendekatan sipakatau, maka kehidupan seseorang dapat mencapai keharmonisan,
dan memungkinkan segala kegiatan kemasyarakatan berjalan dengan sewajarnya
sesuai hakikat martabat manusia. Seluruh perbedaan derajat sosial tercairkan,
turunan bangsawan dan rakyat biasa, dan sebagainya. Yang dinilai atas diri
seseorang adalah kepribadiannya yang dilandasi sifat budaya manusiawinya.
Konsep
tau menggambarkan sosok manusia yang utuh dan sempurna, dimana seluruh aspek
– aspek kehidupannya diwarnai oleh nilai – nilai sipakatau dan dilengkapi
dengan taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa sebagai wujud dari orang yang
beragama. Hal tersebut akan membentuk manusia yang berwatak dan
berkepribadian sempurna, berakhlak mulia, tahu menempatkan diri pada posisi
yang semestinya.
Sipakatau
dalam kehidupan pergaulan kemasyarakatan, akan tercipta dalam lingkungan
orang-orang yang menghayati dan mampu mengamalkan sikap hidup sipakatau yang
dapat secara terbuka saling menerima hubungan kekerabatan dan
kekeluargaan. Sipakatau dalam kegiatan ekonomi, sangat mencela adanya
kegiatan yang selalu hendak “annunggalengi” (egois), atau memonopoli lapangan
hidup yang terbuka secara kodrati bagi setiap manusia.
Azas
sipakatau akan menciptakan iklim yang terbuka untuk saling “sikatallassi”
(saling menghidupi), tolong-menolong, dan bekerjasama membangun kehidupan
ekonomi masyarakat secara adil dan merata.
Demikianlah sipakatau menjadi nilai etika pergaualan orang Bugis Makassar yang patut diaktualisasikan di segala sektor kehidupan. Di tengah pengaruh budaya asing cenderung menenggelamkan penghargaan atas sesama manusia, maka sikap sipakatau merupakan suatu kendali moral yang harus senantiasa menjadi landasan. Hal itu meningkatkan budaya sipakatau yang merupakan tuntunan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan azas Pancasila, terutama sila ketiga yaitu Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
Oleh
karena itu, pemahaman akan nilai – nilai budaya sipakatau’ perlu
disosialisasikan kepada generasi muda khususnya kaum remaja, yang saat ini
berada pada tataran pencarian jati diri. Sebagai wujud dari pelestarian nilai
– nilai budaya.
Budaya
sipakatau di kalangan masyarakat merupakan norma–norma atau aturan dalam
berbuat dan berprilaku. Budaya ini apabila dipahami dan diterapkan dalam
kehidupan sehari – sehari akan berpengaruh positif dan memotivasi individu
maupun kelompok untuk saling menghargai dan menghormati orang lain sesuai
dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Sehingga permasalahan
dalam kehidupan bermasyarakat yang menyangkut pelanggaran norma–norma sosial
akan terkendali.
Oleh
karena itu pemahaman dan penghayatan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam
budaya sipakatau, akan menjadi salah satu pedoman dalam berinteraksi
sosial, baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun berbangsa dan bernegara.
C. Pendidikan Dan Pembinaan Generasi Muda
Pembangunan dibidang pendidikan, sebagaimana ditentukan dalam
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), didasarkan atas falsafah negara Pancasila dan dlarahkan untuk membentuk
manusia-manusia pembangunan yang ber- Pancasila dan untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan
rohaninya, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, dapat mengembangkan
kreatifitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh
tenggang rasa, dapat me-ngembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi
pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia. sesuai
dengan ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Untuk mewujudkan pengembangan pendidikan dan ilmu
pengetahuan, diusahakan penambahan, fasilitas-fasilitas dengan prioritas yang tepat dan disesuaikan dengan kemampuan pembiayaan,
baik yang bersumber dari Negara
maupun dari masyarakat sendiri.
Guna melaksanakan apa yang telah ditentukan dalam
Garis-garis Besar Haluan Negara tersebut, selama Repelita II telah,
diusahakan penanganan yang lebih mendasar terhadap masalah-masalah pendidikan
sehingga dapat diberikan unsur-unsur yang cukup untuk meneruskan jiwa dan
nilai-nilai 45 kepada generasi muda.
Hal
ini diusahakan antara lain dengan menggariskan serangkaian kebijaksanaan pokok sebagai berikut :
(1). Perluasan dan pemerataan kesempatan belajar berhubung de- ngan laju
pertambahan kelompok-kelompok usia anak didik dan lulusan yang berbakat yang mencari tempat di tingkat pendidikan yang
lebih tinggi.
(2). Pemeliharaan
dan peningkatan mutu pendidikan pada semua tingkat dan jenis pendidikan.
(3). Pengembangan sistim pendidikan yang lebih
serasi (relevan) dengan pembangunan,
(4). Pemantapan pendidikan di luar sistim
sekolah (pendidikan non formal) dan
usaha-usaha pembinaan generasi muda.
(5). Pengembangan efektifitas dan efisiensi
pengelolaan pendidikan sehingga dapat
diandalkan untuk melaksanakan pembaharuan pendidikan.
|