Kamis, 04 April 2013

Budaya Anak Sekolah Generasi Muda

Budaya Anak Sekolah Generasi Muda

Generasi  muda di ASEAN cenderung hidup berpola Barat, dan belum bisa membedakan antara westernisasi dengan modernisasi. Hal itu yang menjadi keprihatinan. Generasi muda di ASEAN  kurang menghargai karakter budayanya  sendiri  yang sebenarnya lebih baik daripada budaya Barat.
Pengaruh kebudayaan asing terhadap generasi muda inilah hal yang dapat dipertanggung jawabkan. Mengenai pengaruh budaya asing yang masuk ke Indonesia harus selalu diikuti. Apakah budaya asing dapat memberikan solusi tentang perbaikan jati diri setiap manusia khususnya siswa yang duduk di bangku sekolah. Karakter manusia itu berbeda-beda karena ini semua tergantung oleh sifat dan watak perilakunya masing-masing. Pada dasarnya dalam menyikapi tentang persoalan yang demikian ini justru cenderung pada bagaimana upaya penanggulangannya agar supaya jati diri kita sebagai manusia yang sejati tidak rusak.
Fenomena alam sudah terlihat adanya musibah dimana-mana, dari sinilah kita menginstropeksi diri tentang apa kesalahan kita karena dari sini kita dapat menggali dalam dalam bahwa sebenarnya yang patut disalahkan itu pihak asing ataukah kita sendiri. Insight terhadap anak didik khususnya remaja yang cenderung melakukan tindakan anarkhis dengan jalan kekerasan lewat cara perkelahian, perkosaan sampai berujung kriminal.
Inilah remaja yang semaunya sendiri. Dalam hal harus diupayakan lewat jalan observasi di sekolah-sekolah, yang intinya sama, dimanapun sekolah yang terfavorit ataupun yang biasa melakukan tindakan kekerasan.
Generasi muda menjadi mudah rapuh, atau seperti hewan undur-undur yang jalannya mundur, yang artinya dia jika berhadapan dengan orang jujur tidak mau jujur sehingga mampu menutupi kebohongannya. Jaman ini semakin berubah sampai berubahnya tidak mampu untuk bisa mengontrol mengenai manusia yang tinggal di Bumi ini.
Untuk  mengembalikan generasi muda pada jati dirinya, usaha yang dilakukan pemerintah adalah mencoba mengkampanyekan pendidikan berkarakter  budaya melalui sekolah-sekolah dan kampus-kampus. Di jenjang SD, SMP, dan SMA selain diajarkan pendidikan karakter budaya, anak didik juga diwajibkan mengunjungi museum. Hal itu dilakukandengan tujuan agar para generasi muda tidak melupakan budaya turun temurun yang dilakukan di Negara-nya sendiri.
Oleh sebab itu, diperlukan sebuah pembinaan terhadap generasi muda dengan cara sebagai berikut.

A.      Pembinaan Iman  dan Taqwa  Generasi  Muda  Diperkuat
Selain pembangunan fisik infrasturktur, komitmen dalam melaksanakan pengembangan iman dan taqwa masyarakat perlu dilakukan karena, dapat melahirkan generasi muda yang tidak hanya berilmu pengetahuan, tapi juga generasi berakhlak mulia.
Pembangunan fisik tanpa disertai pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal, memiliki iman dan taqwa, maka pembangunan tidaklah seimbang. Karena itu perlu diperhatikan salah satu aspek yang penting dalam kaitan pembentukan pembangunan.
Langkah-langkah dalam pengembangan iman dan taqwa dilakukan untuk seluruh lapisan masyarakat. Hal itu dimulai dari tingkat pelajar SD hingga ke pendidikan tertinggi.
Untuk pengembangan Iman dan taqwa bagi siswa dan siswi, diterapkan program quality time atau waktu yang berkualitas dengan cara menambah jam belajar bagi siswa dan siswi hingga sore hari.

Melalui program qualitiy time itu, generasi muda banyak mendapat manfaat positif untuk pengembangan Iman dan taqwa. Diantaranya, shalat berjamaah di sekolah, mengaji serta kegiatan keagamaan lainnya. Dengan program seperti itu, diharapkan akan lahir generasi muda yang kuat agama serta memiliki kecerdasan fisik. Dengan harapan anak-anak yang sudah kuat ilmu agamanya bisa menjadi generasi handal, berilmu pengetahuan luas dan berperilaku keagamaan.

Sementara, untuk program di luar sekolah, disosialisasikan budaya keagamaan seperti mengaji di masjid-masjid, dan kegiatan lainnya. Sasaran utama dari pengembangan Iman dan taqwa adalah anak sekolah. Generasi muda sebagai penerus bangsa, tanpa dibekali ilmu agama, kecerdasan intelektual akan tidak seimbang dan bisa berdampak kurang baik bagi pembangunan.

B.      Penanaman Nilai Budaya Sipakatau Dalam Kehidupan Generasi Muda Administrator
Dewasa ini bangsa Indonesia berada dalam era modernisasi dan globalisasi. Arus informasi yang begitu cepat merambah keberbagai lapisan masyarakat dan tidak terkecuali kaum remaja, sehingga berbagai budaya dari luar dapat merubah pola pikir dan cara pandang mereka dalam berbuat dan bertingkah laku.
Berbagai aspirasi dan kepentingan  baik individu maupun kelompok banyak yang tersalurkan  tidak sesuai dengan norma-norma hukum dan etika yang menjunjung nilai-nilai budaya dan harkat sebagai manusia. Maraknya perkelahian dan tawuran  antar pelajar dewasa ini meruapakan salah satu dampak kurangnya pemahaman remaja  akan nilai-nilai budaya sipakatau, yaitu tidak menghargai dan menghormati harkatnya sebagai manusia. Oleh sebab itu perlu ada penanaman nilai-nilai dan norma-norma sipakatau kepada generasi muda atau kaum remaja, agar terhindar dari pengaruh negatif atau perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya.
Pemahaman kaum remaja akan nilai – nilai budaya sipakatau hampir terabaikan, seiring dengan perkembangan jaman. Terkadang perbuatan yang kurang menghargai dan menghormati harkat seseorang sebagai manusia, tidak diindahkan dan  dianggap  wajar – wajar saja,  hal ini akan  mengarah kepada perilaku yang melanggar etika dan  moral dalam  bermasyarakat, sehingga dikhawatirkan para generasi muda akan kehilangan jati diri untuk menghargai dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.
Salah satu unsur budaya yang sangat prinsipil dalam kehidupan masyarakat adalah budaya sipakatau yang mengandung esensi nilai luhur yang universal, namun kurang teraktualisasi secara sadar dan dihayati dalam kehidupan sehari-hari. Kalau kita menelusuri secara mendalam, dapat ditemukan bahwa hakikat inti itu sebenarnya adalah bertitik sentral pada konsepsi mengenai “tau” (manusia),  yang manusia dalam konteks ini, dalam pergaulan sosial, amat dijunjung tinggi keberadaannya.
Dari konsep “tau” inilah sebagai esensi pokok yang mendasari pandangan hidup, yang melahirkan penghargaan atas sesama manusia. Bentuk penghargaan itu dimanifestasikan melalui sikap budaya “sipakatau”. Artinya, saling memahami dan menghargai secara manusiawi.
Dengan pendekatan sipakatau, maka kehidupan seseorang dapat mencapai keharmonisan, dan memungkinkan segala kegiatan kemasyarakatan berjalan dengan sewajarnya sesuai hakikat martabat manusia. Seluruh perbedaan derajat sosial tercairkan, turunan bangsawan dan rakyat biasa, dan sebagainya. Yang dinilai atas diri seseorang adalah kepribadiannya yang dilandasi sifat budaya manusiawinya.
Konsep tau menggambarkan sosok manusia yang utuh dan sempurna, dimana seluruh aspek – aspek kehidupannya diwarnai oleh nilai – nilai sipakatau dan dilengkapi dengan taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa sebagai wujud dari orang yang beragama. Hal tersebut akan membentuk manusia yang berwatak dan berkepribadian sempurna, berakhlak mulia, tahu menempatkan diri pada posisi yang semestinya.
 Sipakatau dalam kehidupan pergaulan kemasyarakatan, akan tercipta dalam lingkungan orang-orang yang menghayati dan mampu mengamalkan sikap hidup sipakatau yang dapat secara terbuka saling menerima hubungan kekerabatan dan kekeluargaan.  Sipakatau dalam kegiatan ekonomi, sangat mencela adanya kegiatan yang selalu hendak “annunggalengi” (egois), atau memonopoli lapangan hidup yang terbuka secara kodrati bagi setiap manusia.
Azas sipakatau akan menciptakan iklim yang terbuka untuk saling “sikatallassi” (saling menghidupi), tolong-menolong, dan bekerjasama membangun kehidupan ekonomi masyarakat secara adil dan merata.
Demikianlah sipakatau menjadi nilai etika pergaualan orang Bugis Makassar yang patut diaktualisasikan di segala sektor kehidupan. Di tengah pengaruh budaya asing cenderung menenggelamkan penghargaan atas sesama manusia, maka sikap sipakatau merupakan suatu kendali moral yang harus senantiasa menjadi landasan. Hal itu meningkatkan budaya sipakatau yang merupakan tuntunan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan azas Pancasila, terutama sila ketiga yaitu Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
Oleh karena itu, pemahaman akan nilai – nilai budaya sipakatau’ perlu disosialisasikan kepada generasi muda khususnya kaum remaja, yang saat ini berada pada tataran pencarian jati diri. Sebagai wujud dari pelestarian nilai – nilai budaya.
Budaya sipakatau di kalangan masyarakat merupakan norma–norma atau aturan dalam berbuat dan berprilaku. Budaya ini apabila dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari – sehari akan berpengaruh positif dan memotivasi individu maupun kelompok untuk saling menghargai dan menghormati orang lain sesuai dengan harkat dan  martabatnya sebagai manusia. Sehingga permasalahan dalam kehidupan bermasyarakat yang menyangkut pelanggaran norma–norma sosial akan terkendali.
Oleh karena itu pemahaman dan penghayatan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam budaya sipakatau,  akan menjadi salah satu pedoman dalam berinteraksi sosial, baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun berbangsa dan bernegara.

C.   Pendidikan Dan Pembinaan Generasi Muda
Pembangunan dibidang pendidikan, sebagaimana ditentukan da­lam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), didasarkan atas falsafah negara Pancasila dan dlarahkan untuk membentuk manusia-manusia pemba­ngunan yang ber- Pancasila dan untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, dapat mengembangkan kreatifitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat me-ngembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia. sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Untuk mewujudkan pengembangan pendidikan dan ilmu penge­tahuan, diusahakan penambahan, fasilitas-fasilitas dengan prioritas yang tepat dan disesuaikan dengan kemampuan pembiayaan, baik yang bersumber dari Negara maupun dari masyarakat sendiri.
Guna melaksanakan apa yang telah ditentukan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara tersebut, selama Repelita II telah, diusahakan penanganan yang lebih mendasar terhadap masalah-masalah pen­didikan sehingga dapat diberikan unsur-unsur yang cukup untuk meneruskan jiwa dan nilai-nilai 45 kepada generasi muda.
Hal ini diusahakan antara lain dengan menggariskan serangkaian kebijaksanaan pokok sebagai berikut :­
(1). Perluasan dan pemerataan kesempatan belajar berhubung de- ngan laju pertambahan kelompok-kelompok usia anak didik dan lulusan yang berbakat yang mencari tempat di tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
(2).     Pemeliharaan dan peningkatan mutu pendidikan pada semua tingkat dan jenis pendidikan.
(3).     Pengembangan sistim pendidikan yang lebih serasi (relevan) de­ngan pembangunan,
(4).   Pemantapan pendidikan di luar sistim sekolah (pendidikan non formal) dan usaha-usaha pembinaan generasi muda.
(5).   Pengembangan efektifitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan sehingga dapat diandalkan untuk melaksanakan pembaharuan pendidikan.




Budaya Anak Sekolah Generasi Muda


ILMU BUDAYA DASAR
(Budaya Anak Sekolah Generasi Muda)






Nama    : Lingga Archie Christiant
Kelas     : 4 KA 40
NPM     : 19 11 23 88





UNIVERSITAS GUNADARMA
2013
KATA PENGANTAR

          Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkah rahmat dan karunia-Nya, serta doa dan motivasi dari berbagai pihak sehingga pada akhirnya penulisan tugas tentang Budaya Dasar Anak Sekolah Generasi Muda dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Adapun tujuan dari tugas ini adalah guna menambah pengetahuan tentang perkembangan Generasi Muda Anak Sekolah tentang ilmu budaya dasar.
Akhir kata, hanya kepada Tuhan jualah segalanya dikembalikan dan penulis sadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, disebabkan karena berbagai keterbatasan yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menjadi perbaikan di masa yang akan datang.




Bekasi, 24 Maret 2013



             Penulis
Budaya Anak Sekolah Generasi Muda

Generasi  muda di ASEAN cenderung hidup berpola Barat, dan belum bisa membedakan antara westernisasi dengan modernisasi. Hal itu yang menjadi keprihatinan. Generasi muda di ASEAN  kurang menghargai karakter budayanya  sendiri  yang sebenarnya lebih baik daripada budaya Barat.
Pengaruh kebudayaan asing terhadap generasi muda inilah hal yang dapat dipertanggung jawabkan. Mengenai pengaruh budaya asing yang masuk ke Indonesia harus selalu diikuti. Apakah budaya asing dapat memberikan solusi tentang perbaikan jati diri setiap manusia khususnya siswa yang duduk di bangku sekolah. Karakter manusia itu berbeda-beda karena ini semua tergantung oleh sifat dan watak perilakunya masing-masing. Pada dasarnya dalam menyikapi tentang persoalan yang demikian ini justru cenderung pada bagaimana upaya penanggulangannya agar supaya jati diri kita sebagai manusia yang sejati tidak rusak.
Fenomena alam sudah terlihat adanya musibah dimana-mana, dari sinilah kita menginstropeksi diri tentang apa kesalahan kita karena dari sini kita dapat menggali dalam dalam bahwa sebenarnya yang patut disalahkan itu pihak asing ataukah kita sendiri. Insight terhadap anak didik khususnya remaja yang cenderung melakukan tindakan anarkhis dengan jalan kekerasan lewat cara perkelahian, perkosaan sampai berujung kriminal.
Inilah remaja yang semaunya sendiri. Dalam hal harus diupayakan lewat jalan observasi di sekolah-sekolah, yang intinya sama, dimanapun sekolah yang terfavorit ataupun yang biasa melakukan tindakan kekerasan.
Generasi muda menjadi mudah rapuh, atau seperti hewan undur-undur yang jalannya mundur, yang artinya dia jika berhadapan dengan orang jujur tidak mau jujur sehingga mampu menutupi kebohongannya. Jaman ini semakin berubah sampai berubahnya tidak mampu untuk bisa mengontrol mengenai manusia yang tinggal di Bumi ini.
Untuk  mengembalikan generasi muda pada jati dirinya, usaha yang dilakukan pemerintah adalah mencoba mengkampanyekan pendidikan berkarakter  budaya melalui sekolah-sekolah dan kampus-kampus. Di jenjang SD, SMP, dan SMA selain diajarkan pendidikan karakter budaya, anak didik juga diwajibkan mengunjungi museum. Hal itu dilakukandengan tujuan agar para generasi muda tidak melupakan budaya turun temurun yang dilakukan di Negara-nya sendiri.
Oleh sebab itu, diperlukan sebuah pembinaan terhadap generasi muda dengan cara sebagai berikut.

A.      Pembinaan Iman  dan Taqwa  Generasi  Muda  Diperkuat
Selain pembangunan fisik infrasturktur, komitmen dalam melaksanakan pengembangan iman dan taqwa masyarakat perlu dilakukan karena, dapat melahirkan generasi muda yang tidak hanya berilmu pengetahuan, tapi juga generasi berakhlak mulia.
Pembangunan fisik tanpa disertai pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal, memiliki iman dan taqwa, maka pembangunan tidaklah seimbang. Karena itu perlu diperhatikan salah satu aspek yang penting dalam kaitan pembentukan pembangunan.
Langkah-langkah dalam pengembangan iman dan taqwa dilakukan untuk seluruh lapisan masyarakat. Hal itu dimulai dari tingkat pelajar SD hingga ke pendidikan tertinggi.
Untuk pengembangan Iman dan taqwa bagi siswa dan siswi, diterapkan program quality time atau waktu yang berkualitas dengan cara menambah jam belajar bagi siswa dan siswi hingga sore hari.

Melalui program qualitiy time itu, generasi muda banyak mendapat manfaat positif untuk pengembangan Iman dan taqwa. Diantaranya, shalat berjamaah di sekolah, mengaji serta kegiatan keagamaan lainnya. Dengan program seperti itu, diharapkan akan lahir generasi muda yang kuat agama serta memiliki kecerdasan fisik. Dengan harapan anak-anak yang sudah kuat ilmu agamanya bisa menjadi generasi handal, berilmu pengetahuan luas dan berperilaku keagamaan.

Sementara, untuk program di luar sekolah, disosialisasikan budaya keagamaan seperti mengaji di masjid-masjid, dan kegiatan lainnya. Sasaran utama dari pengembangan Iman dan taqwa adalah anak sekolah. Generasi muda sebagai penerus bangsa, tanpa dibekali ilmu agama, kecerdasan intelektual akan tidak seimbang dan bisa berdampak kurang baik bagi pembangunan.

B.      Penanaman Nilai Budaya Sipakatau Dalam Kehidupan Generasi Muda Administrator
Dewasa ini bangsa Indonesia berada dalam era modernisasi dan globalisasi. Arus informasi yang begitu cepat merambah keberbagai lapisan masyarakat dan tidak terkecuali kaum remaja, sehingga berbagai budaya dari luar dapat merubah pola pikir dan cara pandang mereka dalam berbuat dan bertingkah laku.
Berbagai aspirasi dan kepentingan  baik individu maupun kelompok banyak yang tersalurkan  tidak sesuai dengan norma-norma hukum dan etika yang menjunjung nilai-nilai budaya dan harkat sebagai manusia. Maraknya perkelahian dan tawuran  antar pelajar dewasa ini meruapakan salah satu dampak kurangnya pemahaman remaja  akan nilai-nilai budaya sipakatau, yaitu tidak menghargai dan menghormati harkatnya sebagai manusia. Oleh sebab itu perlu ada penanaman nilai-nilai dan norma-norma sipakatau kepada generasi muda atau kaum remaja, agar terhindar dari pengaruh negatif atau perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya.
Pemahaman kaum remaja akan nilai – nilai budaya sipakatau hampir terabaikan, seiring dengan perkembangan jaman. Terkadang perbuatan yang kurang menghargai dan menghormati harkat seseorang sebagai manusia, tidak diindahkan dan  dianggap  wajar – wajar saja,  hal ini akan  mengarah kepada perilaku yang melanggar etika dan  moral dalam  bermasyarakat, sehingga dikhawatirkan para generasi muda akan kehilangan jati diri untuk menghargai dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.
Salah satu unsur budaya yang sangat prinsipil dalam kehidupan masyarakat adalah budaya sipakatau yang mengandung esensi nilai luhur yang universal, namun kurang teraktualisasi secara sadar dan dihayati dalam kehidupan sehari-hari. Kalau kita menelusuri secara mendalam, dapat ditemukan bahwa hakikat inti itu sebenarnya adalah bertitik sentral pada konsepsi mengenai “tau” (manusia),  yang manusia dalam konteks ini, dalam pergaulan sosial, amat dijunjung tinggi keberadaannya.
Dari konsep “tau” inilah sebagai esensi pokok yang mendasari pandangan hidup, yang melahirkan penghargaan atas sesama manusia. Bentuk penghargaan itu dimanifestasikan melalui sikap budaya “sipakatau”. Artinya, saling memahami dan menghargai secara manusiawi.
Dengan pendekatan sipakatau, maka kehidupan seseorang dapat mencapai keharmonisan, dan memungkinkan segala kegiatan kemasyarakatan berjalan dengan sewajarnya sesuai hakikat martabat manusia. Seluruh perbedaan derajat sosial tercairkan, turunan bangsawan dan rakyat biasa, dan sebagainya. Yang dinilai atas diri seseorang adalah kepribadiannya yang dilandasi sifat budaya manusiawinya.
Konsep tau menggambarkan sosok manusia yang utuh dan sempurna, dimana seluruh aspek – aspek kehidupannya diwarnai oleh nilai – nilai sipakatau dan dilengkapi dengan taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa sebagai wujud dari orang yang beragama. Hal tersebut akan membentuk manusia yang berwatak dan berkepribadian sempurna, berakhlak mulia, tahu menempatkan diri pada posisi yang semestinya.
 Sipakatau dalam kehidupan pergaulan kemasyarakatan, akan tercipta dalam lingkungan orang-orang yang menghayati dan mampu mengamalkan sikap hidup sipakatau yang dapat secara terbuka saling menerima hubungan kekerabatan dan kekeluargaan.  Sipakatau dalam kegiatan ekonomi, sangat mencela adanya kegiatan yang selalu hendak “annunggalengi” (egois), atau memonopoli lapangan hidup yang terbuka secara kodrati bagi setiap manusia.
Azas sipakatau akan menciptakan iklim yang terbuka untuk saling “sikatallassi” (saling menghidupi), tolong-menolong, dan bekerjasama membangun kehidupan ekonomi masyarakat secara adil dan merata.
Demikianlah sipakatau menjadi nilai etika pergaualan orang Bugis Makassar yang patut diaktualisasikan di segala sektor kehidupan. Di tengah pengaruh budaya asing cenderung menenggelamkan penghargaan atas sesama manusia, maka sikap sipakatau merupakan suatu kendali moral yang harus senantiasa menjadi landasan. Hal itu meningkatkan budaya sipakatau yang merupakan tuntunan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan azas Pancasila, terutama sila ketiga yaitu Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
Oleh karena itu, pemahaman akan nilai – nilai budaya sipakatau’ perlu disosialisasikan kepada generasi muda khususnya kaum remaja, yang saat ini berada pada tataran pencarian jati diri. Sebagai wujud dari pelestarian nilai – nilai budaya.
Budaya sipakatau di kalangan masyarakat merupakan norma–norma atau aturan dalam berbuat dan berprilaku. Budaya ini apabila dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari – sehari akan berpengaruh positif dan memotivasi individu maupun kelompok untuk saling menghargai dan menghormati orang lain sesuai dengan harkat dan  martabatnya sebagai manusia. Sehingga permasalahan dalam kehidupan bermasyarakat yang menyangkut pelanggaran norma–norma sosial akan terkendali.
Oleh karena itu pemahaman dan penghayatan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam budaya sipakatau,  akan menjadi salah satu pedoman dalam berinteraksi sosial, baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun berbangsa dan bernegara.

C.   Pendidikan Dan Pembinaan Generasi Muda
Pembangunan dibidang pendidikan, sebagaimana ditentukan da­lam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), didasarkan atas falsafah negara Pancasila dan dlarahkan untuk membentuk manusia-manusia pemba­ngunan yang ber- Pancasila dan untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, dapat mengembangkan kreatifitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat me-ngembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia. sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Untuk mewujudkan pengembangan pendidikan dan ilmu penge­tahuan, diusahakan penambahan, fasilitas-fasilitas dengan prioritas yang tepat dan disesuaikan dengan kemampuan pembiayaan, baik yang bersumber dari Negara maupun dari masyarakat sendiri.
Guna melaksanakan apa yang telah ditentukan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara tersebut, selama Repelita II telah, diusahakan penanganan yang lebih mendasar terhadap masalah-masalah pen­didikan sehingga dapat diberikan unsur-unsur yang cukup untuk meneruskan jiwa dan nilai-nilai 45 kepada generasi muda.
Hal ini diusahakan antara lain dengan menggariskan serangkaian kebijaksanaan pokok sebagai berikut :­
(1). Perluasan dan pemerataan kesempatan belajar berhubung de- ngan laju pertambahan kelompok-kelompok usia anak didik dan lulusan yang berbakat yang mencari tempat di tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
(2).     Pemeliharaan dan peningkatan mutu pendidikan pada semua tingkat dan jenis pendidikan.
(3).     Pengembangan sistim pendidikan yang lebih serasi (relevan) de­ngan pembangunan,
(4).   Pemantapan pendidikan di luar sistim sekolah (pendidikan non formal) dan usaha-usaha pembinaan generasi muda.
(5).   Pengembangan efektifitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan sehingga dapat diandalkan untuk melaksanakan pembaharuan pendidikan.




DAFTAR PUSTAKA